Kamis, 22 November 2012

HUKUM INTERNASIONAL SEBAGAI PARAMETER POWER



Paper ini adalah sebuah paper yang menjelaskan tentang hubungan antara hukum internasional dengan power. Power adalah  kemampuan untuk mengontrol perilaku orang lain untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Seperti pada paper saya sebelumnya yang  menjelaskan tentang pengaruh ekonomi, militer dan sosio politik terhadap power maka pada paper ini akan dijelaskan tentang hukum internasional sebagai parameter power.  Hukum internasional dimengerti sebagai sebuah sistem persetujuan antara aktor-aktor internasional, biasanya negara, yang mengatur bagaimana relasi antara mereka dapat terbentuk. Sebagai salah satu elemen dalam power, hukum internasional digunakan untuk memberi batasan bagi aktor internasional dalam bertindak. Dengan asumsi hukum akan ditaati, prediksi tersebut membantu aktor internasional dalam merencanakan dan merasionalisasi kebijakan. Pada saat yang sama, hukum internasional juga menambah power suatu negara melalui penguatan kedaulatan negara tersebut.
Isi
-          Pandangan tentang hukum internasional
Terdapat empat pandangan dalam hukum internasional. Yaitu dari kaum Naturalis,positifis,ekletik, neoralis.
Ø  Pandangan pertama datang dari Kaum Naturalis yang mengatakan bahwa hukum dan peraturan semuanya berasal dari Tuhan, dan oleh karenanya hukum tersebut bersifat universal dan tidak dapat diubah. Naturalis melihat adanya sebuah hukum yang berlaku secara universal, namun menyetujui adanya kemungkinan suatu perang terjadi. Masalah dalam pandangan Kaum Naturalis ini terletak dalam definisi apakah hukum Tuhan itu sendiri. Melihat berbagai perbedaan yang terdapat dalam agama, budaya, dan moralitas di dunia, jelaslah bahwa standar internasional yang berdasar pada pandangan Naturalis akan menghadapi tugas yang sulit.
Ø   Pandangan yang kedua merupakan pandangan dari Kaum Positifis. Dalam pandangannya, Kaum Positifis menolak kekuasaan Ilahi sebagai dasar dari hukum, Kaum Positifis berpendapat dasar dari hukum internasional adalah subjek pembuat hukum itu sendiri. Pandangan Kaum Positifis ini mendapat dua kritik. Pertama, pandangan tersebut seakan membolehkan aktor internasional untuk menolak hukum internasional hanya dengan mengatakan mereka tidak lagi setuju pada hukum tersebut. Kedua, pandangan tersebut membuat aktor internasional dapat memutuskan apa yang mereka inginkan menjadi hukum dan peraturan yang harus ditaati bersama. Bagi Kaum Naturalis, pandangan ini sangat tidak bermoral.
Ø  Pandangan ketiga dalam hukum internasional merupakan pandangan Kaum Ekletik. Pandangan tersebut menyetujui adanya dua macam hukum internasional. Hukum yang pertama merupakan hukum yang bersumber dari Tuhan, yang bersifat universal dan kekal. Sedang hukum yang kedua adalah hukum buatan manusia yang bersifat terbatas dan dilakukan atas dasar sukarela. Bagi Kaum Ekletik, hukum buatan manusia merupakan interpretasi dari manusia mengenai hukum Ilahi.
Ø  Pandangan keempat datang dari Kaum Neorealis, yang mengatakan bahwa hukum internasional sebenarnya hanya merupakan produk dari pihak yang berkuasa. Hukum internasional tidak universal dan tidak kekal. Bagi Kaum Neorealis, hukum internasional adalah hasil dari power/kekuasaan.
Dalam beberapa tahun terakhir, organisasi pemerintah (IGOs) dan perusahaan multinasional (MNCs) juga telah diputuskan menjadi subjek dari hukum internasional. Individu-individu juga telah diputuskan menjadi subjek dari hukum internasional, mengacu pada tugas hukum internasional untuk melindungi hak asasi setiap manusia. Berbagai aktor non pemerintah—teroris, gerakan-gerakan nasional, gerakan agama dan ideologi, dan berbagai NGO—juga merupakan subjek dari hukum internasional, walaupun beberapa aktor non pemerintah belum mau mengakui legitimasi dari hukum internasional. Hal inilah yang kemudian menjadi kendala. Inilah yang membuat pemberian sanksi bagi pihak yang melanggar hukum internasional menjadi lemah. Walaupun pemberian sanksi tersebut masih tergolong lemah dan tidak efektif, suatu premis yang menyatakan bahwa hukum internasional karenanya tidak eksis dan tidak relevan adalah salah. Karena dalam kenyataan sehari-hari, perjanjian dan hukum internasional mayoritas telah ditaati. Oleh karenanya keberadaan hukum internasional sebagai salah satu elemen yang berpengaruh dalam power haruslah diakui.
-          Korelasi Hukum internasional dengan power
Hukum internasional Christian Reus-Smit dalam bukunya yang berjudulThe Politics of International Law mengutarakan pendapatnya mengenai hubungan hukum internasional dan politik internasional. Reus-Smit memulai penjelasannya dengan memaparkan pandangan tiga perspektif dalam hubungan internasional terkait dengan relasi antara hukum dan politik : realisme, rasionalisme, dan konstruktivisme.
v  Pandangan pertama datang dari kaum realis, yang mengatakan bahwa hokum internasional, untuk dapat terbentuk dan eksis, memerlukan suatu kondisi “balance of power”. Lebih lanjut, realis mengatakan bahwa dasar dari hukum internasional adalah power, namun hukum internasional itu sendiri tidak boleh bertentangan dengan negara karena apabila sampai bertentangan, maka hukum internasional harus tunduk pada negara.
v  Kaum realis berpendapat bahwa yang terpenting adalah politik, hukum bukanlah apa-apa jika tanpa politik. Dengan fokus pembicaraan adalah negara sebagai aktor utama, realis berpikir bahwa hukum internasional itu ada untuk mewujudkan kepentingan nasional negara berkuasa. Rasionalisme  menganggap bahwa hukum internasional merupakan institusi fungsional yang berbasis peraturan dalam masyarakat internasional. Pendekatan ini menggunakan prinsip bahwa kepentingan nasional akan mudah dicapai bila negara-negara bekerja sama. Rasionalis berpendapat kondisi dunia yang anarkis mengakibatkan banyak permasalahan, seperti rawannya terjadi kecurangan (cheating), kurangnya arus informasi, dan biaya yang tinggi sehingga untuk menyiasatinya diperlukan suatu bentuk kerjasama.
v  Perspektif ketiga datang dari kaum konstruktivis. Kaum konstruktivis berpendapat bahwa tingkah laku negara sebenarnya dipengaruhi oleh banyak pandangan/hal-hal normatif dan idealis. Mereka berpendapat bahwa identitas sosial suatu negara akan membentuk tindakan dan kepentingan nasionalnya. Selain menggarisbawahi pentingnya hal-hal normatif dan identitas sosial, konstruktivis juga menekankan pentingnya alasan bertindak, yang terdiri dari alasan individual dan kolektif serta pembenaran secara hukum. Berbagai alasan bertindak ini dikatakan mempunyai dimensi internal dan eksternal, serta aspek pribadi dan publik. Namun kaum konstruktivis menekankan, alasan bertindak yang disebutkan ini, bukanlah semata merupakan kelayakan logis berupa pembenaran normatif dari suatu tindakan, melainkan harus berupa argumentasi logis.
Kesimpulan
            Selain unsur ekonomi,militer,sosio politik hukum internasional juga adalah suatu unsur yang dapat mempengaruhi power. Semakin bagus dan baik hukum nya tersebut maka semakin baik dan kuat lah power negara tersebut. Hukum internasional berperan sebagai alat prediksi dalam arena pertarungan internasional. Dengan asumsi hukum akan ditaati, prediksi tersebut membantu aktor internasional dalam merencanakan dan merasionalisasi kebijakan. Pada saat yang sama, hukum internasional juga menambah power suatu negara melalui penguatan kedaulatan negara tersebut. Seperti Pandangan  dari kaum realis, yang mengatakan bahwa hokum internasional, untuk dapat terbentuk dan eksis, memerlukan suatu kondisi “balance of power”. Lebih lanjut, realis mengatakan bahwa dasar dari hukum internasional adalah power, namun hukum internasional itu sendiri tidak boleh bertentangan dengan negara karena apabila sampai bertentangan, maka hukum internasional harus tunduk pada negara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar