Paper ini adalah
sebuah paper yang menjelaskan tentang hubungan antara hukum
internasional dengan power. Power adalah
kemampuan untuk mengontrol perilaku orang lain untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu. Seperti pada paper saya sebelumnya yang menjelaskan tentang pengaruh ekonomi, militer
dan sosio politik terhadap power maka pada paper ini akan dijelaskan tentang
hukum internasional sebagai parameter power. Hukum internasional
dimengerti sebagai sebuah sistem persetujuan antara aktor-aktor internasional,
biasanya negara, yang mengatur bagaimana relasi antara mereka dapat terbentuk.
Sebagai salah satu elemen dalam power, hukum internasional digunakan untuk
memberi batasan bagi aktor internasional dalam bertindak. Dengan asumsi hukum
akan ditaati, prediksi tersebut membantu aktor internasional dalam merencanakan
dan merasionalisasi kebijakan. Pada saat yang sama, hukum internasional juga
menambah power suatu negara melalui penguatan kedaulatan negara tersebut.
Isi
-
Pandangan tentang hukum internasional
Terdapat empat pandangan dalam hukum
internasional. Yaitu dari
kaum Naturalis,positifis,ekletik, neoralis.
Ø Pandangan pertama datang dari Kaum
Naturalis yang mengatakan bahwa hukum dan peraturan semuanya berasal dari
Tuhan, dan oleh karenanya hukum tersebut bersifat universal dan tidak dapat
diubah. Naturalis melihat adanya sebuah hukum yang berlaku secara universal,
namun menyetujui adanya kemungkinan suatu perang terjadi. Masalah dalam
pandangan Kaum Naturalis ini terletak dalam definisi apakah hukum Tuhan itu
sendiri. Melihat berbagai perbedaan yang terdapat dalam agama, budaya, dan
moralitas di dunia, jelaslah bahwa standar internasional yang berdasar pada
pandangan Naturalis akan menghadapi tugas yang sulit.
Ø Pandangan yang kedua merupakan pandangan dari
Kaum Positifis. Dalam pandangannya, Kaum Positifis menolak kekuasaan Ilahi
sebagai dasar dari hukum, Kaum Positifis berpendapat dasar dari hukum
internasional adalah subjek pembuat hukum itu sendiri. Pandangan Kaum Positifis
ini mendapat dua kritik. Pertama, pandangan tersebut seakan membolehkan aktor
internasional untuk menolak hukum internasional hanya dengan mengatakan mereka
tidak lagi setuju pada hukum tersebut. Kedua, pandangan tersebut membuat aktor
internasional dapat memutuskan apa yang mereka inginkan menjadi hukum dan
peraturan yang harus ditaati bersama. Bagi Kaum Naturalis, pandangan ini sangat
tidak bermoral.
Ø Pandangan ketiga dalam hukum
internasional merupakan pandangan Kaum Ekletik. Pandangan tersebut menyetujui
adanya dua macam hukum internasional. Hukum yang pertama merupakan hukum yang
bersumber dari Tuhan, yang bersifat universal dan kekal. Sedang hukum yang
kedua adalah hukum buatan manusia yang bersifat terbatas dan dilakukan atas
dasar sukarela. Bagi Kaum Ekletik, hukum buatan manusia merupakan interpretasi
dari manusia mengenai hukum Ilahi.
Ø Pandangan keempat datang dari Kaum
Neorealis, yang mengatakan bahwa hukum internasional sebenarnya hanya merupakan
produk dari pihak yang berkuasa. Hukum internasional tidak universal dan tidak
kekal. Bagi Kaum Neorealis, hukum internasional adalah hasil dari
power/kekuasaan.
Dalam beberapa tahun terakhir,
organisasi pemerintah (IGOs) dan perusahaan multinasional (MNCs) juga telah
diputuskan menjadi subjek dari hukum internasional. Individu-individu juga
telah diputuskan menjadi subjek dari hukum internasional, mengacu pada tugas
hukum internasional untuk melindungi hak asasi setiap manusia. Berbagai aktor
non pemerintah—teroris, gerakan-gerakan nasional, gerakan agama dan ideologi,
dan berbagai NGO—juga merupakan subjek dari hukum internasional, walaupun
beberapa aktor non pemerintah belum mau mengakui legitimasi dari hukum
internasional. Hal inilah yang kemudian menjadi kendala. Inilah yang membuat
pemberian sanksi bagi pihak yang melanggar hukum internasional menjadi lemah.
Walaupun pemberian sanksi tersebut masih tergolong lemah dan tidak efektif,
suatu premis yang menyatakan bahwa hukum internasional karenanya tidak eksis
dan tidak relevan adalah salah. Karena dalam kenyataan sehari-hari, perjanjian
dan hukum internasional mayoritas telah ditaati. Oleh karenanya keberadaan
hukum internasional sebagai salah satu elemen yang berpengaruh dalam power
haruslah diakui.
-
Korelasi Hukum internasional dengan
power
Hukum internasional Christian Reus-Smit dalam bukunya
yang berjudulThe Politics of International Law mengutarakan pendapatnya
mengenai hubungan hukum internasional dan politik internasional. Reus-Smit
memulai penjelasannya dengan memaparkan pandangan tiga perspektif dalam
hubungan internasional terkait dengan relasi antara hukum dan politik :
realisme, rasionalisme, dan konstruktivisme.
v Pandangan pertama datang dari kaum
realis, yang mengatakan bahwa hokum internasional,
untuk dapat terbentuk dan eksis, memerlukan suatu kondisi “balance of power”.
Lebih lanjut, realis mengatakan bahwa dasar dari hukum internasional adalah
power, namun hukum internasional itu sendiri tidak boleh bertentangan dengan
negara karena apabila sampai bertentangan, maka hukum internasional harus
tunduk pada negara.
v Kaum realis berpendapat bahwa yang
terpenting adalah politik, hukum bukanlah apa-apa jika tanpa politik. Dengan
fokus pembicaraan adalah negara sebagai aktor utama, realis berpikir bahwa
hukum internasional itu ada untuk mewujudkan kepentingan nasional negara
berkuasa. Rasionalisme menganggap bahwa
hukum internasional merupakan institusi fungsional yang berbasis peraturan
dalam masyarakat internasional. Pendekatan ini menggunakan prinsip bahwa
kepentingan nasional akan mudah dicapai bila negara-negara bekerja sama.
Rasionalis berpendapat kondisi dunia yang anarkis mengakibatkan banyak
permasalahan, seperti rawannya terjadi kecurangan (cheating), kurangnya arus
informasi, dan biaya yang tinggi sehingga untuk menyiasatinya diperlukan suatu
bentuk kerjasama.
v Perspektif ketiga datang dari kaum
konstruktivis. Kaum konstruktivis berpendapat bahwa tingkah laku negara sebenarnya
dipengaruhi oleh banyak pandangan/hal-hal normatif dan idealis. Mereka
berpendapat bahwa identitas sosial suatu negara akan membentuk tindakan dan
kepentingan nasionalnya. Selain menggarisbawahi pentingnya hal-hal normatif dan
identitas sosial, konstruktivis juga menekankan pentingnya alasan bertindak,
yang terdiri dari alasan individual dan kolektif serta pembenaran secara hukum.
Berbagai alasan bertindak ini dikatakan mempunyai dimensi internal dan
eksternal, serta aspek pribadi dan publik. Namun kaum konstruktivis menekankan,
alasan bertindak yang disebutkan ini, bukanlah semata merupakan kelayakan logis
berupa pembenaran normatif dari suatu tindakan, melainkan harus berupa
argumentasi logis.
Kesimpulan
Selain unsur ekonomi,militer,sosio politik hukum
internasional juga adalah suatu unsur yang dapat mempengaruhi power. Semakin
bagus dan baik hukum nya tersebut maka semakin baik dan kuat lah power negara
tersebut. Hukum internasional berperan sebagai alat prediksi
dalam arena pertarungan internasional. Dengan asumsi hukum akan ditaati,
prediksi tersebut membantu aktor internasional dalam merencanakan dan
merasionalisasi kebijakan. Pada saat yang sama, hukum internasional juga
menambah power suatu negara melalui penguatan kedaulatan negara tersebut. Seperti Pandangan dari kaum realis, yang mengatakan bahwa hokum internasional, untuk dapat terbentuk dan eksis,
memerlukan suatu kondisi “balance of power”. Lebih lanjut, realis mengatakan
bahwa dasar dari hukum internasional adalah power, namun hukum internasional
itu sendiri tidak boleh bertentangan dengan negara karena apabila sampai
bertentangan, maka hukum internasional harus tunduk pada negara